0
Zailani, MA: Dosen FAI UMSU
 Anak adalah Aset bangsa. Sekarang ini lebih banyak perlakuan orang dewasa terhadap anak-anak  bersifat denstruktif, bahkan hampir sudah tahap nadir. Seperti Pelecehan seksual kembali terjadi di lingkungan sekolah. Kali ini menimpa M (5), siswa TK di Jakarta International School (JIS), Cilandak Jakarta Selatan, yang disodomi oleh petugas kebersihan (cleaning service) sekolah dan pelecehan seksual yang juga dilakukan oleh Emon di Sukabumi, menambah panjang catatan hitam kekerasan terhadap anak. Tentu banyak juga  kasus- kasus yang serupa yang luput dari jeratan hukum. Yang paling mengkhawatirkan  beberapa kasus terjadi  di lembaga pendidikan. Tempat pencetak bibit bangsa. Lembaga    yang diharapkan lahirnya generasi demi generasi pelindung negara. Ternyata tempat yang menakutkan bagi sebagian anak. Kondisi ini menandakan bahwa anak-anak belum mendapatkan porsi yang  layak dalam perlindungan hukum. Cendrung  perhatian terhadap anak lebih intens setelah ada kasus. Setelah  kejadian yang memilukan  tersebut  dilupakan,  maka kebiasaan  yang sebelumnya kambuh lagi. Inilah beberapa kebiasaan yang buruk yang mesti harus dihilangkan. Kita  dituntut untuk selalu mengevaluasi  diri. Berdasarkan porsi dan posisinya masing-masing.
            Pada satu pandangan, Islam melihat anak sebagai sebuah hiasan. Firman Allah, artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia” (QS. Al Kahfi: 46). Mereka adalah mutiara yang baru terbentuk. Mengasahnya kembali dan menjadikan sebening  kristal menjadi tanggung jawab bersama. Maka barang-siapa yang sudah diberi amanah, jagalah hiasan tersebut dan peliharalah sebagaimana Islam mengajarkannya. Karena banyak keluarga yang lain sudah bertahun-tahun menikah namun belum merasakan  indahnya  hiasan (anak) bersamanya dalam kehidupan sehari-hari. FirmanNya, artinya:Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Asy Syura: 49-50).
Tuhan sudah menunjukkan rasa kasih sayang pada setiap waktu. Sekalipun mereka tidak beriman sedikitpun kepadaNya. Apakah Dia langsung mencabut roh mereka semua dari setiap jasad? Allah tidak melakukan itu!  Kasih sayang Allah melebihi rasa murkaNya. Apakah kita  tidak merasa malu dihadapaNya? Disaat –saat anak membutuhkan arah tujuan hidup yang jelas dari orang lain dan pendidikan menjadi solusi yang jelas dalam mendukung  misi manusia yakni  mengarahkan mereka kepada fitrahnya.  Tapi disaat itu pula kita merusaknya. Sejarah  memberikan catatan hitam kepada kita semua, seperti masa –masa suram anak perumpuan di jaman kafir Qurais di Mekkah, sebelum Islam menancapkan Kukunya di tanah Suci tersebut. Firman Allah, artinya:“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh” (QS. At Takwir: 8-9). Mereka tidak segan dan malu membunuh darah daging mereka sendiri, hasil Maha Karya Allah mereka abaikan dan telantarkan. Kondisi dulu juga terjadi sekarang, dengan dalih yang berbeda. Islam mencintai anak-anak. Bahkan rasul merupakan icon akan hal itu. Menyakiti dan melakukan tindak kekerasan pada anak, menggambarkan  bahwa  pelaku tersebut tidak  sepenuhnya menjadi  pengikut sunnah. Sekalipun  ibadah   yang lain dia kerjakan.
Di dalam undang-undang perlindungan anak. Sesungguhhya ada hak anak yang harus terpenuhi. Hak di sini menurut Prof. Dr. Notonagoro: “Adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu.. dst. Menurut UU. Perlindungan Anak Pasal 20  berbunyi :Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal ini memberikan pengertian secara pasti dan jelas, bahwa semua elemen  mempunyai tanggung jawab yang sama dalam memberikan rasa aman kepada anak. Hanya  bedanya terletak pada perannya masing-masing di lapangan. Sikap tak acuh terhadap anak memberikan gangguan fisik dan psikis bagi anak. Ini tidak boleh dibiarkan!  Kita harus menyadari bahwa  mereka ( anak) adalah  harapan kita dimasa yang akan datang dalam menghiasi kehidupan disetiap sesi  dan ranah. Maka pengabaian kepada anak   merupakan penyakit kronis yang mesti dibasmi dan dimusnahkan. 
Peran  andil yang cukup besar adalah negara. Ini tergambar dalam undang-undang perlindungan pasal 21:Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental”. Negara mempunyai  kemampuan  strategis dalam menyelamatkan anak bangsa.  Sanksi  harus benar-benar diterapkan bagi pelaku kekerasan baik secara mental dan fisik. Supaya  membawa efek jera bagi yang lain, agar tidak semena-mena  terhadap anak. Langkah konkrit yang dapat dilakukan adalah  pemerintah  memberlakukan undang-undang perlindungan anak dalam langkah nyata dalam kehidupan sehari- hari. Tidak ada tawar menawar lagi dalalam kasus ini. Hukum harus ditegakkan demi rasa keadilan. Tidak juga tebang pilih, hanya karena orang besar dan berpangkat. Pengawasan  pada lembaga-lembaga yang di dalamnya terdapat anak-anak, harus diperketat dan kalau perlu meminta laporan  berkala. “Sidak” juga menjadi senjata yang ampuh untuk melihat kondisi riil anak dilembaga tersebut. Di sinilah  Pemerintah berperan sebagai penjamin dan pengawas  sebagaimana amanah undang-undang perlindungan pada pasal 23 ayat 1: “Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.” Ayat 2: “Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak”.

Baik buruk suatu  bangsa  dimasa depan tergantung sampai sejauh mana  bangsa sekarang mendidik anak- anak dengan cara yang baik. Memberikan kasih sayang yang seharusnya akan menimbulkan rasa nyaman pada diri anak. Menjadikan anak  percaya diri untuk menyongsong masa depan yang lebih berwarna dan bergairah. 

Posting Komentar

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.