Zailani, MA: Dosen FAI UMSU

Pada satu
pandangan, Islam melihat anak sebagai sebuah hiasan. Firman Allah, artinya: “Harta dan anak-anak
adalah perhiasan kehidupan dunia” (QS. Al Kahfi: 46). Mereka adalah mutiara yang baru terbentuk. Mengasahnya
kembali dan menjadikan sebening kristal
menjadi tanggung jawab bersama. Maka barang-siapa yang sudah diberi amanah,
jagalah hiasan tersebut dan peliharalah sebagaimana Islam mengajarkannya.
Karena banyak keluarga yang lain sudah bertahun-tahun menikah namun belum
merasakan indahnya hiasan (anak) bersamanya dalam kehidupan
sehari-hari. FirmanNya, artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan
langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan
anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak
lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua
jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Kuasa” (QS. Asy Syura: 49-50).
Tuhan sudah menunjukkan rasa kasih sayang pada setiap waktu.
Sekalipun mereka tidak beriman sedikitpun kepadaNya. Apakah Dia langsung
mencabut roh mereka semua dari setiap jasad? Allah tidak melakukan itu! Kasih sayang Allah melebihi rasa murkaNya.
Apakah kita tidak merasa malu dihadapaNya?
Disaat –saat anak membutuhkan arah tujuan hidup yang jelas dari orang lain dan
pendidikan menjadi solusi yang jelas dalam mendukung misi manusia yakni mengarahkan mereka kepada fitrahnya. Tapi disaat itu pula kita merusaknya. Sejarah memberikan catatan hitam kepada kita semua, seperti
masa –masa suram anak perumpuan di jaman kafir Qurais di Mekkah, sebelum Islam
menancapkan Kukunya di tanah Suci tersebut. Firman Allah, artinya:“Apabila
bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah
dia dibunuh” (QS. At Takwir: 8-9). Mereka tidak segan dan malu membunuh
darah daging mereka sendiri, hasil Maha Karya Allah mereka abaikan dan
telantarkan. Kondisi dulu juga terjadi sekarang, dengan dalih yang berbeda.
Islam mencintai anak-anak. Bahkan rasul merupakan icon akan hal itu. Menyakiti
dan melakukan tindak kekerasan pada anak, menggambarkan bahwa
pelaku tersebut tidak sepenuhnya
menjadi pengikut sunnah. Sekalipun ibadah
yang lain dia kerjakan.
Di dalam undang-undang perlindungan anak. Sesungguhhya ada
hak anak yang harus terpenuhi. Hak di sini menurut Prof. Dr. Notonagoro:
“Adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan oleh pihak tertentu.. dst. Menurut UU. Perlindungan Anak Pasal
20 berbunyi :Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang
tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak. Pasal ini memberikan pengertian secara pasti
dan jelas, bahwa semua elemen mempunyai
tanggung jawab yang sama dalam memberikan rasa aman kepada anak. Hanya bedanya terletak pada perannya masing-masing
di lapangan. Sikap tak acuh terhadap anak memberikan gangguan fisik dan psikis
bagi anak. Ini tidak boleh dibiarkan!
Kita harus menyadari bahwa mereka
( anak) adalah harapan kita dimasa yang
akan datang dalam menghiasi kehidupan disetiap sesi dan ranah. Maka pengabaian kepada anak merupakan penyakit kronis yang mesti dibasmi
dan dimusnahkan.
Peran andil yang cukup besar adalah negara. Ini
tergambar dalam undang-undang perlindungan pasal 21: “Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung
jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap
anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya
dan bahasa, status hukum anak,
urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental”. Negara
mempunyai kemampuan strategis dalam menyelamatkan anak
bangsa. Sanksi harus benar-benar diterapkan bagi pelaku
kekerasan baik secara mental dan fisik. Supaya
membawa efek jera bagi yang lain, agar tidak semena-mena terhadap anak. Langkah konkrit yang dapat
dilakukan adalah pemerintah memberlakukan undang-undang perlindungan anak
dalam langkah nyata dalam kehidupan sehari- hari. Tidak ada tawar menawar lagi
dalalam kasus ini. Hukum harus ditegakkan demi rasa keadilan. Tidak juga tebang
pilih, hanya karena orang besar dan berpangkat. Pengawasan pada lembaga-lembaga yang di dalamnya
terdapat anak-anak, harus diperketat dan kalau perlu meminta laporan berkala. “Sidak” juga menjadi senjata yang
ampuh untuk melihat kondisi riil anak dilembaga tersebut. Di sinilah Pemerintah berperan sebagai penjamin dan
pengawas sebagaimana amanah
undang-undang perlindungan pada pasal 23 ayat 1: “Negara dan pemerintah
menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan
hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.” Ayat 2: “Negara dan
pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak”.
Baik buruk suatu bangsa
dimasa depan tergantung sampai sejauh mana bangsa sekarang mendidik anak- anak dengan
cara yang baik. Memberikan kasih sayang yang seharusnya akan menimbulkan rasa
nyaman pada diri anak. Menjadikan anak
percaya diri untuk menyongsong masa depan yang lebih berwarna dan
bergairah.
Posting Komentar
0 komentar
Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.