Lembaga
pendidikan adalah sarana utama
mencerdaskan kehidupan manusia. Dari sanalah dibentuk manusia dengan utuh. Yang
dikembangkan dari mereka bukan saja ilmu-ilmu aqliyah tapi juga naqliyah.
Ke dua sumber tersebut berasal dari akal dan Alquran. Akal menjadi alasan utama manusia masuk dalam golongan makhluk pilihan.
Karena eksistensi akal bukan hanya mampu
mencari ilmu dari pengalaman dan lingkungan sekitarnya, Juga kemampun daya pikir yang dapat
menghasilkan terobosan ilmu pengetahuan yang cukup dahsyat. Akal
dipandu dengan Alquran dalam menjawab tantangan zaman dan sesuatu
yang tidak dapat diketahui oleh akal
secara jelas. Dengan arahan Alquran dan As-sunnah, kualitas
manusia semakin dirasakan kehadirannya. Di sebuah lembaga pendidikan, seperti madrasah, sekolah dan
jenis yang lain. Perpaduan dua jenis
ilmu pengetahuan yang bersumber dari dua demensi yang berbeda
merupakan sebuah entitas yang tidak bisa dipisahkan. Sebab tanpa akal manusia tidak mempunyai daya
cipta. Tanpa Alquran, insan
kehilangan identitas. Dewasa ini muncul
gejala yang sangat memprihatinkan terhadap kondisi nasib bangsa. Terutama generasi terdidik, terjadinya
disharmoni dan disintegrasi antara jiwa dan akal. Munculnya generasi kering spiritual, kehilangan jati diri dan
terjebak dalam ruang harapan materil, menistakan kebutuhan immateril. Terjadinya
amputasi defenisi pendidikan yang lebih
mendewakan kebutuhan intelektual. Padahal amanah Undang Undang Sisdiknas pasal satu adalah Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara. Kelumpuhan lembaga pendidikan menghadirkan perpaduan ukhrowi dan
duniawi kepada peserta didik dalam makna
yang luas, tidak lepas dari proses pendidikan. Ada beberapa aspek munculnya
parasit ini, antara lain: pertama,
adalah guru. Seorang guru
dalam pandangan Islam adalah role model (Teladan) bagi orang
lain, terkhusus siswa. Ketika terjadi disfungsi
dan dikotomisasi, perannya hanya sebagai pengajar. Bebas bersikap, berprilaku
tanpa menghadirkan jiwa pendidik sehingga hilangnya nilai-nilai luhur dari kepribadiannya. Ini menyebabkan siswa
akan fana (kehilangan diri) menyatu dengan
sesaknya kebutuhan dunia. Seorang guru
yang mencintai ilmu tanpa menyelam lebih
dalam lagi, dalam ruang lingkup kehambaan akan membentuk jati diri seorang gagah dengan
akalnya tapi lumpuh dalam spiritualnya. Hal ini akan membawa dampak bagi
murid-muridnya. Bias sikap dan karekternya
akan memberikan pengaruh negatip yang sangat singinifikan bagi siswa.
Salah satu terapi yang bisa digunakan dalam
menyikapi problematika ini adalah
menjadi seorang guru berjiwa sufi. Bukan
dimaksudkan semua siswa dan guru
membentuk kelompok tarekat di dalam
sekolah, tapi bagaimana menghadirkan
Allah di tengah siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan hal-hal yang sederhana.
Setiap aturan yang dipatuhi siswa di sekolah
bukan takut karena sanksi dari
sekolah, tapi lebih kepada aspek ruhani. Dalam hal ini Allah ditakuti dan dicintai.
Pada level pemula, semua unsur pelaksanaan pendidikan di sebuah lembaga
pendidikan, merasa setiap dia
melakukan kesalahan walaupun
tidak diketahui oleh pimpinan, guru dan pemegang kendali, sesungguhnya dia
sudah mendapat pengawasan dariNya. Pada
level ini pengawasan itu tidak lagi berada dalam demensi alam al-syahadah (
Alam yang tampak), tapi melewati batas alam
materi. Bagi siswa, dia tidak lagi takut pada hukuman dari sekolah, tapi
hukuman dari Allah. Murid memahami Allah
sebagai hakim yang tidak pernah salah dan lelah dalam mengawasinya. Pada level
selanjutnya apabila murid mengalami
peningkatan spiritual yang lebih tinggi, dia akan mengenal sebagai
khalik yang sangat dicintai. Baginya
segala hal yang dilakukan sebagai manifestasi dan rasa cintanya kepada Robb.
Pada saat ini antara akal dan jiwa terjalin komunikasi lintas demensi. Inteletualnya
bukan saja melahirkan terobosan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi tapi juga melahirkan pribadi yang unggul
dan berkarakter. Harapan-harapan di atas, tidak masuk dalam ruang pemahaman dan
pikiran saja tapi dia keluarnya dalam pengalaman dan pengamalan hidup sehari-hari.
Secara operasional apa yang dapat dilakukan lembaga pendidikan dan khususnya
guru untuk melahirkan generasi perpaduan dua alam, yakni alam dunia dan
akhirat? Secara tehnikal, Bagi guru dan siswa di lembaga pendidikan untuk
membiasakan setiap pagi melaksanakan sholat dhuha. Fungsi ibadah ini bukan
hanya mampu menghadirkan rasa ketergantungan antara manusia dan Tuhan, tapi
juga rasa kehadiran Allah dengan setiap aktivitas. Ibadah ini juga menjadi
sarana melahirkan hubungan dan komunikasi siswa dan guru yang lebih berkualitas,
dipertemukan dalam suasana pengabdian.
Membiasakan
diri berdoa sebelum dan sesudah mencari
ilmu. Hal ini bertujuan supaya tumbuh kesadaran yang hakiki segala ilmu
datangnya dari Allah. Sehingga doa bagian permohonan dan permintaan manusia untuk dapat diridhoi.
Dalam suasana belajar, segala ilmu pengetahuan muaranya adalah Allah, tanpa terkecuali baik ilmu alam, sosial
dan lain-lainnya. Dengan demikian tidak terjadi dikotomisasi dalam keilmuan. Dalam
konteks interaksi antara siswa dan guru, hubungan yang terjalin tidak hanya transfer
of knowledge, tapi juga transfer of value. Di sinilah peran utama
pendidik menjadi role model bagi siswa. Untuk Tawajjuh (
menghadirkan wajah guru) maka haruslah timbul rasa suka dan menyukai antara siswa dan guru. Satu rasa
cinta kepada guru jauh lebih bermanfaat dalam proses pembelajaran dibandingkan
seribu metode pembelajaran yang disertai kebencian. Wallahu a’lam.
Posting Komentar
0 komentar
Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.