0

Lembaga pendidikan  adalah sarana utama mencerdaskan kehidupan manusia. Dari sanalah dibentuk manusia dengan utuh. Yang dikembangkan dari mereka bukan saja ilmu-ilmu aqliyah tapi juga naqliyah. Ke dua sumber tersebut berasal dari akal dan Alquran. Akal  menjadi alasan utama  manusia masuk dalam golongan makhluk pilihan. Karena eksistensi akal bukan hanya mampu  mencari ilmu dari pengalaman dan lingkungan sekitarnya,  Juga kemampun daya pikir yang dapat menghasilkan  terobosan  ilmu pengetahuan yang cukup dahsyat.  Akal  dipandu dengan Alquran dalam menjawab tantangan zaman dan sesuatu yang  tidak dapat diketahui oleh akal secara jelas. Dengan arahan Alquran dan As-sunnah, kualitas manusia semakin dirasakan kehadirannya. Di sebuah lembaga  pendidikan, seperti madrasah, sekolah dan jenis yang lain.  Perpaduan dua jenis ilmu pengetahuan yang bersumber dari dua demensi yang  berbeda  merupakan sebuah entitas yang tidak bisa dipisahkan.  Sebab tanpa akal manusia tidak mempunyai daya cipta. Tanpa Alquran,  insan kehilangan identitas.  Dewasa ini muncul gejala yang sangat memprihatinkan terhadap kondisi nasib bangsa.  Terutama generasi terdidik, terjadinya disharmoni dan disintegrasi antara jiwa dan akal.  Munculnya generasi  kering spiritual, kehilangan jati diri dan terjebak dalam ruang harapan materil, menistakan kebutuhan immateril. Terjadinya amputasi defenisi pendidikan yang lebih  mendewakan kebutuhan intelektual. Padahal  amanah Undang Undang Sisdiknas  pasal satu adalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Kelumpuhan lembaga pendidikan menghadirkan perpaduan ukhrowi dan duniawi kepada peserta didik dalam  makna yang luas, tidak lepas dari proses pendidikan. Ada beberapa aspek munculnya parasit ini, antara lain:  pertama, adalah guru.  Seorang  guru  dalam pandangan Islam adalah role model (Teladan) bagi orang lain, terkhusus  siswa. Ketika terjadi disfungsi dan dikotomisasi, perannya hanya sebagai pengajar. Bebas bersikap, berprilaku tanpa menghadirkan jiwa pendidik sehingga hilangnya nilai-nilai luhur  dari kepribadiannya. Ini menyebabkan siswa akan  fana (kehilangan diri) menyatu dengan sesaknya kebutuhan dunia.  Seorang guru yang mencintai ilmu  tanpa menyelam lebih dalam lagi, dalam ruang lingkup kehambaan akan membentuk jati diri seorang  gagah dengan  akalnya tapi lumpuh dalam spiritualnya. Hal ini akan membawa dampak bagi murid-muridnya.  Bias sikap dan karekternya akan memberikan pengaruh negatip yang sangat singinifikan bagi siswa.
            Salah satu terapi yang bisa digunakan dalam menyikapi  problematika ini adalah menjadi seorang guru  berjiwa sufi. Bukan dimaksudkan  semua siswa dan guru membentuk  kelompok tarekat di dalam sekolah, tapi  bagaimana menghadirkan Allah di tengah siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan hal-hal yang sederhana. Setiap aturan yang dipatuhi siswa di sekolah  bukan takut karena sanksi  dari sekolah, tapi lebih kepada aspek ruhani. Dalam hal ini Allah ditakuti dan dicintai. Pada level pemula, semua unsur pelaksanaan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan, merasa setiap dia  melakukan  kesalahan walaupun tidak diketahui oleh pimpinan, guru dan pemegang kendali, sesungguhnya dia sudah mendapat  pengawasan dariNya. Pada level ini pengawasan itu tidak lagi berada dalam demensi alam al-syahadah ( Alam yang tampak), tapi   melewati batas alam materi. Bagi siswa, dia tidak lagi takut pada hukuman dari sekolah, tapi hukuman dari Allah. Murid  memahami Allah sebagai hakim yang tidak pernah salah dan lelah dalam mengawasinya. Pada level selanjutnya apabila  murid  mengalami  peningkatan spiritual yang lebih tinggi, dia akan mengenal sebagai khalik yang sangat dicintai. Baginya  segala hal yang dilakukan sebagai manifestasi dan rasa cintanya kepada Robb. Pada saat ini antara akal dan jiwa terjalin komunikasi lintas demensi. Inteletualnya bukan saja melahirkan  terobosan  dalam  ilmu pengetahuan dan teknologi tapi juga melahirkan pribadi yang unggul dan berkarakter. Harapan-harapan di atas, tidak masuk dalam ruang pemahaman dan pikiran saja tapi dia keluarnya dalam pengalaman dan pengamalan hidup sehari-hari. Secara operasional apa yang dapat dilakukan lembaga pendidikan dan khususnya guru untuk melahirkan generasi perpaduan dua alam, yakni alam dunia dan akhirat? Secara tehnikal, Bagi guru dan siswa di lembaga pendidikan untuk membiasakan setiap pagi melaksanakan sholat dhuha. Fungsi ibadah ini bukan hanya mampu menghadirkan rasa ketergantungan antara manusia dan Tuhan, tapi juga rasa kehadiran Allah dengan setiap aktivitas. Ibadah ini juga menjadi sarana melahirkan hubungan dan komunikasi siswa dan guru yang lebih berkualitas, dipertemukan dalam suasana pengabdian.
Membiasakan diri berdoa sebelum dan sesudah  mencari ilmu. Hal ini bertujuan  supaya  tumbuh kesadaran yang hakiki segala ilmu datangnya dari Allah. Sehingga doa bagian permohonan  dan permintaan manusia untuk dapat diridhoi. Dalam suasana belajar, segala ilmu pengetahuan muaranya adalah  Allah, tanpa terkecuali baik ilmu alam, sosial dan lain-lainnya. Dengan demikian tidak terjadi dikotomisasi dalam keilmuan. Dalam konteks interaksi antara siswa dan guru, hubungan yang terjalin tidak hanya transfer of knowledge, tapi juga transfer of value. Di sinilah peran utama pendidik menjadi role model bagi siswa. Untuk Tawajjuh ( menghadirkan wajah guru) maka haruslah timbul rasa suka dan  menyukai antara siswa dan guru. Satu rasa cinta kepada guru jauh lebih bermanfaat dalam proses pembelajaran dibandingkan seribu metode pembelajaran yang disertai kebencian. Wallahu a’lam.    
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.