0
Zailani, S, Pd,I, MA: Dosen Tetap  dan Sekretaris Prodi PAI dan PGRA  FAI UMSU

Kasih yang berlebihan pada seseorang  memunculkan kemanjaan. Sayang tampa rambu pendidikan melahirkan anak bermental lemah dan  tidak siap berdikari mengurus hidupnya sendiri. Sudah menjadi naluri orang tua  dengan tulus memberikan seluruh cinta dan kasih pada buah  hatinya. Menjadikan anak merasa tenang dan nyaman untuk selalu berdekatan dengan orang tua, bahkan dengan relatif lebih lama. Sudah menikahpun  sebagian anak tidak siap langsung berpisah dengan semangnya, atau paling tidak   ketika waktu melahirkan  lebih tenang dekat orang tua. Disisi yang lain sebagian orang tua tidak sepenuhnya “melepaskan diri” dengan anaknya, apalagi anak “simata wayang”, anak satu-satunya. Atau dengan  dalih buah cintanya masih terlalu  muda untuk mengerjakan  keperluan sendiri.  Kondisi seperti ini untuk sesaat tentu tidak menimbulkan masalah dari  kedua belah pihak.  Namun jauh ke depan anak secara pasti  mempunyai pola mental tersendiri dan lemah dalam menyelasaikan masalah hidupnya secara mandiri. Sering kita jumpai oarang tua dalam usia yang sudah senja (baca: Kakek dan Nenek)  yang harusnya di berikan keluasaan untuk “berlibur” dan bernostalgia; kesempatan kita juga untuk  membahagiakan, malah  menjadi sebagai  “asisten” di rumah anaknya. Seperti mengantar cucunya ke sekolah, menjaganya di rumah dan sebagainya.   Karena anaknya sedang bekerja di luar rumah atau lagi mengurusi hal-hal yang lain. Penulis  dalam beberapa kesempatan pengajian sempat  bertanya kepada jamaah  yang sudah  mempunyai cucu, umumnya mereka merasa senang dekat cucu, tidak pamrih untuk membantu, tapi dengan hal ini juga  dalam waktu tertentu  sebagian tidak bisa beraktiftas pribadi, karena  sebab-sebab di atas.  Kondisi inilah yang harus dimengerti oleh anaknya yang yang telah dewasa bahkan telah membentuk keluarga baru, betapa  orang  tua harusnya dapat porsi yang yang layak untuk dimuliakan. Firman Allah  dalam Al-Quran ayat 23,  artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Berpijak dari dalil di atas anak sudah semestinya menghiburkan orang tua seiring bertambah usia. Jadi kalau anak  memberikan tanggung jawab   dalam mengurus keperluan keluarganya, sesekali mungkin ada kesalahan yang dilakukannya, tentu dalam momen-momen tertentu kita bisa marah, apalagi situasi emosi kita tidak stabil, inilah dalam beberapa kasus orang tua yang sudah tidak produktif lagi lebih menikmati tinggal di rumah sendiri, dengan fasilitas seadanya, dibandingkan tempat yang lain. Salah satu pemicunya, mereka menjaga agar mereka jangan tersakiti dan anaknya jangan   berdosa karena tampa sengaja menyakiti perasaan mereka.
Dominasi perasaan
Sejak dini anak  dilatih secara  bertahap mengerjakan  dan mengurusi  dirinya sendiri.  Langkah awal yang bisa dijadikan contoh setiap anak selesai bermain maka barang-barang mainannya disuruh simpan sendiri, dengan begini dia memiliki tanggung jawab terhadap hak miliknya sendiri, belajar menjaga dan  menghormati sesuatu yang telah  menjadi kepunyaannya.  Bisa saja perasaan kasihan muncul pada diri orang tua, sehingga dengan suka rela peran itu diambil alih, kalau punya pembantu, diserahi kepada mereka.  Di sinilah kebijaksanaan orang tua  sangat diharapkan, dimana anak  perlu bantuan penuh, mana yang sifatnya partisipan, sekedar memotivasi.  Sikap tega dalam kondisi tertentu dibenarkan, dengan manfaat yang lebih besar, mungkin dampaknya  tidak  dirasakan  dalam tempo yang cepat, tapi akan mempengaruhi karakter dan jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab yang  terpupuk.  Khusus bagi para  ibu, dominisasi perasaan  selalu muncul; dengan tidak menyampingkan hal ini juga bisa terjadi pada seorang ayah. Maka perlu peranan si bapak untuk  menyimbangkannya. Orang tua diminta untuk dapat berpijak dimana ia harus turun tangan langsung menjadi tameng anaknya, tapi di lain waktu anaknya harus mau dan mampu menjadi orang terdepan ketika berhubungan dengan kepentingannya.
 Umumnya anak-anak dengan fasilitas di rumah yang lengkap, memudahkan untuk melakukan sesuatu secara instan, namun adakalanya anak diajarkan untuk secara manual, mengantisipasi rasa ketergantung yang berlebihan pada  benda-benda yang ada. Ini sinyal negatip kemudahan teknlogi yang bersifat mechanic, bila ditinjau dengan pembangunan mental yang tangguh; dengan tidak menafikan dampak positip yang begitu besar pada tekhnologi. Lihat orang tua kita dulu, apalagi dalam masa penjajahan Jepang maupun Belanda, segalanya serba susah, Namun kesusahan itu pulalah memaksa otak  untuk memaksimalkan daya pikir untuk mengatasi kesulitan yang diderita. Sentuhan rasa seorang  ibu sangat dibutuhkan anak, namun  landasan rasional seorang ayah juga sangat diharapkan untuk mentakar dan membatasi perasaan ibu agar tidak berlebihan.
Pijakan Pendidikan
Salah satu yang membuat malaikat terkagum-kagum kepada Adam sebagai manusia pertama hasil kreasi Allah adalah sentuhan ilmu yang dimilikinya, dalam demensi ini Adam berada di atas level malaikat. Semakin tinggi ilmu seseorang semakin besar pula derajat yang diberikan Allah padanya, dan itu dapat dirasakan oleh siempunya dalam kehidupan sehari-hari. Firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, artinya: Allah akan mengangkat         ( derajat ) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”.
Memulai kehidupan berkeluarga juga harus dihiasi  dengan  ilmu, untuk itu  pendidikan itu dimulai sejak dini,  complitnya tujuan pendidikan, membuat lini kehidupan terasa susah kalau tidak dilandasi ilmu. Pendidikan itu sangat penting, saking berharganya  hal tersebut, Allah menurunkan  surah Al- Alaq ayat 1-5,sebagai wahyu pertama diturunkan, yang artinya:Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (sekalian makhluk). Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” Ini menjadi isyarat ilmu hanya dapat diraih dengan pendidikan, termasuk dalam menyusun bahtera  keluarga yang dilandasi dengan semangat kasih sayang tapi tetap berpijak pada landasan ilmu, yang  di dalamnya terdapat nilai-nilai moral yang berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu prinsip kemerdekaan, kesamaan dan saling terima( liberty, equaliti dan reciprocity). Jika tiga prinsip tersebut dijadikan  landasan sesorang dalam berpikir dan  bertindak maka diharapkan lahir kpribadian yang baik (Sjarkawi,2011:78). Allah Maha kasih dan sayang, namun Dia juga memberikan kesempatan pada hambanya untuk berusaha terhadap keinginan yang digapai. Artinya adakalanya seorang hamba gagal dalam mencapai target diharapkan, mungkin dia perlu mereview segala usaha yang dilakukan, adakalanya tidak sesuai dengan sunnatullah, sehingga mengalami kegagalan. Salah satu bentuk kasih sayang Allah, Dia telah menetapkan suatu hukum bagi makhluknya, yang bisa dipelajari dan dipahami. Dari sisi inilah Robbi memelihara keberadaan manusia dimuka bumi ini. Tentu ada hukum lain yang Allah terapkan, tapi sifatnya kasuistik, yang disebut inayatullah. Seperti seseorang yang harusnya mati secara medis, ternyata masih bisa bertahan hidup. Hal ini tidak menjadi  topik utama dalam tulisan ini. Untuk itu marilah  kita letakkan porsi kasih sayang dalam  pijakan dan kadar yang seharusnya. Pendidikan dan pengajaran  harus dijadikan landasan filosofis  dalam mengekpresikan  nilai  kasih dan sayang, sehingga  melahirkan  generasi terdidik dan  welas asih. Jadi membatasi dua sifat di atas bukanlah mengurangi kuantitas dan kualitasnya tapi bagimana dua sifat terpuji itu tetap dalam koridor tarbiyatul Islam. Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.