Zailani, S, Pd,I, MA: Dosen Tetap dan Sekretaris Prodi PAI dan PGRA FAI UMSU

Dominasi perasaan
Sejak dini anak dilatih secara bertahap mengerjakan dan mengurusi dirinya sendiri. Langkah awal yang bisa dijadikan contoh
setiap anak selesai bermain maka barang-barang mainannya disuruh simpan
sendiri, dengan begini dia memiliki tanggung jawab terhadap hak miliknya
sendiri, belajar menjaga dan menghormati
sesuatu yang telah menjadi
kepunyaannya. Bisa saja perasaan kasihan
muncul pada diri orang tua, sehingga dengan suka rela peran itu diambil alih,
kalau punya pembantu, diserahi kepada mereka.
Di sinilah kebijaksanaan orang tua
sangat diharapkan, dimana anak perlu bantuan penuh, mana yang sifatnya partisipan,
sekedar memotivasi. Sikap tega dalam
kondisi tertentu dibenarkan, dengan manfaat yang lebih besar, mungkin
dampaknya tidak dirasakan
dalam tempo yang cepat, tapi akan mempengaruhi karakter dan jiwa
kepemimpinan dan rasa tanggung jawab yang
terpupuk. Khusus bagi para ibu, dominisasi perasaan selalu muncul; dengan tidak menyampingkan hal
ini juga bisa terjadi pada seorang ayah. Maka perlu peranan si bapak untuk menyimbangkannya. Orang tua diminta untuk
dapat berpijak dimana ia harus turun tangan langsung menjadi tameng anaknya,
tapi di lain waktu anaknya harus mau dan mampu menjadi orang terdepan ketika
berhubungan dengan kepentingannya.
Umumnya anak-anak dengan fasilitas di rumah
yang lengkap, memudahkan untuk melakukan sesuatu secara instan, namun
adakalanya anak diajarkan untuk secara manual, mengantisipasi rasa ketergantung
yang berlebihan pada benda-benda yang
ada. Ini sinyal negatip kemudahan teknlogi yang bersifat mechanic, bila
ditinjau dengan pembangunan mental yang tangguh; dengan tidak menafikan dampak
positip yang begitu besar pada tekhnologi. Lihat orang tua kita dulu, apalagi
dalam masa penjajahan Jepang maupun Belanda, segalanya serba susah, Namun
kesusahan itu pulalah memaksa otak untuk
memaksimalkan daya pikir untuk mengatasi kesulitan yang diderita. Sentuhan rasa
seorang ibu sangat dibutuhkan anak,
namun landasan rasional seorang ayah
juga sangat diharapkan untuk mentakar dan membatasi perasaan ibu agar tidak
berlebihan.
Pijakan Pendidikan
Salah satu yang membuat
malaikat terkagum-kagum kepada Adam sebagai manusia pertama hasil kreasi Allah
adalah sentuhan ilmu yang dimilikinya, dalam demensi ini Adam berada di atas
level malaikat. Semakin tinggi ilmu seseorang semakin besar pula derajat yang
diberikan Allah padanya, dan itu dapat dirasakan oleh siempunya dalam kehidupan
sehari-hari. Firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, artinya: “Allah akan mengangkat ( derajat ) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”.
Memulai kehidupan
berkeluarga juga harus dihiasi
dengan ilmu, untuk itu pendidikan itu dimulai sejak dini, complitnya tujuan pendidikan, membuat lini
kehidupan terasa susah kalau tidak dilandasi ilmu. Pendidikan itu sangat
penting, saking berharganya hal tersebut,
Allah menurunkan surah Al- Alaq ayat
1-5,sebagai wahyu pertama diturunkan, yang artinya: “Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan (sekalian makhluk). Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.” Ini menjadi isyarat ilmu hanya dapat diraih dengan pendidikan,
termasuk dalam menyusun bahtera keluarga
yang dilandasi dengan semangat kasih sayang tapi tetap berpijak pada landasan
ilmu, yang di dalamnya terdapat
nilai-nilai moral yang berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu prinsip kemerdekaan,
kesamaan dan saling terima( liberty, equaliti dan reciprocity). Jika tiga
prinsip tersebut dijadikan landasan
sesorang dalam berpikir dan bertindak
maka diharapkan lahir kpribadian yang baik (Sjarkawi,2011:78). Allah
Maha kasih dan sayang, namun Dia juga memberikan kesempatan pada hambanya untuk
berusaha terhadap keinginan yang digapai. Artinya adakalanya seorang hamba
gagal dalam mencapai target diharapkan, mungkin dia perlu mereview segala usaha
yang dilakukan, adakalanya tidak sesuai dengan sunnatullah, sehingga mengalami
kegagalan. Salah satu bentuk kasih sayang Allah, Dia telah menetapkan suatu
hukum bagi makhluknya, yang bisa dipelajari dan dipahami. Dari sisi inilah
Robbi memelihara keberadaan manusia dimuka bumi ini. Tentu ada hukum lain yang
Allah terapkan, tapi sifatnya kasuistik, yang disebut inayatullah. Seperti
seseorang yang harusnya mati secara medis, ternyata masih bisa bertahan hidup.
Hal ini tidak menjadi topik utama dalam
tulisan ini. Untuk itu marilah kita
letakkan porsi kasih sayang dalam
pijakan dan kadar yang seharusnya. Pendidikan dan pengajaran harus dijadikan landasan filosofis dalam mengekpresikan nilai
kasih dan sayang, sehingga
melahirkan generasi terdidik
dan welas asih. Jadi membatasi dua sifat
di atas bukanlah mengurangi kuantitas dan kualitasnya tapi bagimana dua sifat
terpuji itu tetap dalam koridor tarbiyatul
Islam. Wallahu a’lam.
Posting Komentar
0 komentar
Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.