0




Identitas bagian  penting dari sesuatu. Walaupun ada adagium “ Apalah arti sebuah nama”. Namun dalam mencari jati diri, itu sangat penting. Begitu juga dengan  karakter muslim.  Dalam kehidupan yang heterogen, identitas sangat  urgens  untuk memahami budaya,  keyakinan, dan asal seseorang. Di dunia sepokbola saja, pakaian dua kelompok  dibedakan baik warna ataupun coraknya  agar tidak menimbul mispersepsi. Namun dalam konteks   sosial, identitas ini bisa memberikan pengaruh positif atau sebaliknya. Apabila ada oknum melakukan kejahatan  dan masyarakat memetakan indentitas pelaku, imbasnya   untuk saudara seragam bisa  dintimidasi dan dikucilkan.  Ketika terjadi peledakan gedung World Trade Center pada tanggal 11 September tahun 2001, lalu “kambing hitam” itu bernama muslim. Bagi kelompok muslim yang hidup di negeri Paman Sam dan sekitarnya  merasa terkena getahnya. Pelecehan dan tindakan menjurus kriminal sering dialami oleh beberapa muslim di sana.  Ini Resiko apabila menunjukan identitas, yang dianggap icon kekerasan dan ekstremis.  Ini juga dialami oleh Nabi Muhammad.  Pada awal kenabian, disaat belum ada perintah untuk mendakwahi secara terbuka. Beliau tetap aman dan di puji. Bahkan  seorang Yahudi masih ada yang menitipkan barang kepadanya. Ini menunjukkan kepercayaan yang begitu tinggi terhadap kepribadiannya. Namun  takkala tersiar kabar secara luas bahwa dia  seorang Nabi. Maka para pemuka Qurais marah dan melabelkan hal yang tidak etis. Secara historis  mereka tidak punya dalil dan argumentasi yang mapan dalam  mendukung opini tersebut. Ini murni karena sentimen keyakinan. Hal ini juga pernah dialami seorang presenter muslim, Mishal Husain. Dalam acara BBC Today Programme  presenter ini dilecehkan oleh seorang tokoh demokrasi, Aung San Suu Kyi. Beliau peraih Nobel Perdamaian pada tahun 1991. Disela wawancara, dia berkata: “Tak seorang pun memberi tahu bahwa saya akan diwawancarai oleh seorang muslim". Pemimpin Partai Liga Nasional Demokrat (NLD) berusia 70 tahun itu juga menolak mengecam sentimen anti-Islam dan pembantaian umat Muslim di Myanmar. Apa hubungan  umat Islam di Myanmar dengan  presenter BBC itu ?  tidak ada! Kecuali persamaan identitas agama antara muslim Myanmar dengan Mishal. Namun  identitas tersebut   membuat sang tokoh perdamaian   melupakan  sesaat hadiah nobel keluhuran budinya. Peristiwa Suu Kyi marah ini diungkapkan oleh Peter Popham, jurnalis dan penulis sejumlah buku, dalam buku terbarunya berjudul The Lady and the Generals: Aung San Suu Kyi and Burma's Struggle for Freedom. 
            Seberapa pentingkah  muslim  mempertahankan identitasnya. Di tengah gelombang  phobia terhadap Islam?  Dalam waktu yang bersamaan, muslim yang tinggal dikelompok minoritas perlu rasa aman dan  hidup tenang.  Penulis menyadari prilaku eksterm saudara  semuslim  adalah bentuk  ketidakmapanan Umat Islam secara global membela hak-haknya.  Secara ekonomi umat diposisikan sebagai konsumen,   Cina hadir  menjadi benteng  Ekonomi Asia  dalam  melawan arus  Barat. Secara politik  umat lebih kepada penerima kebijakan, bukan  pembuat kebijakan.  Iraq  dan Libya menjadi tumbalnya. Kedua negara ini berbeda politik dan  kontra dengan Amerika.  Tapi coba diperhatikan negera yang  “bermesraan” dengan  adikuasa tersebut, hampir tidak tersentuh.  Jumlah negara di dunia ini ratusan. Namun  menentukan nasib suatu bangsa  hanya ditentukan segelintir negara,  yang dikenal hak  Veto, antara lain: Cina, Amerika, Inggris, Perancis dan Rusia, dalam forum yang disebut Perserikatan Bangsa- Bangsa ( PBB).   Kelompok 5 negara ini berperan besar  mengarahkan dunia kepada  konfilk  atau sebaliknya.   Bagaimana mungkin konflik suatu negara  diputuskan oleh segelintir negara yang tidak lepas dengan kepentingan politik dan terkesan tidak mewakili pandangan umum negara lain.
Hukum Islam yang diberlakukan  di negara  Islam, cendrung menjadi pembahasan  tingkat dunia, yang dianggap tidak manusiawi. Namun perkawinan sejenis dan pengakuan LGBT menjadi sesuatu yang harus diterima di dunia lain. pencitraan tentang Islam  oleh media dunia  cendrung pada  posisi tidak menguntungkan. Kesempatan membela  diri umat Islam   melalui ajang resmi  pada forum internasional  kalah bersaing.  Lalu  sebagian  dari  umat  membuat konklusi sendiri. Dunia harus diperingatkan dengan gerakan dan tindakan sporadis. Rasa pesemisme melahirkan sikap antagonis  terhadap pandangan dan hukum mayoritas.  Mereka membentuk  kelompok atau sempalan-sempalan  dan membuat peraturan sendiri.   Ini kondisi sekarang.
            Identitas keislaman perlu diformat kembali ke karakter hakikinya. Identitas berkeyakinan sangat penting dan  mengajarkan  kepada umat yang lain,  untuk menghormatinya. Posisi identitas kita masih dalam ranah warning.   Namun sebelum rasa hormat itu muncul dari  kelompok lain. Harkat martabat  agama ini dimuliakan terlebih dahulu oleh pemeluknya.  Agama tidak lagi menjadi bahan promosi untuk  mendulang suara pada kelompok muslim menengah- kebawah, yang lebih terpesona  dengan simbol dan ritual. Tapi  menjadi satu kesatuan dalam sistem kehidupan.  Indonesia saat ini, dengan suku, bahasa, budaya, keyakinan dan identik negara kepulauan, lebih rasional  menjadi negara islami daripada negara Islam. Penulis memahami negara islami lebih menitiktekankan berjalannya sistem dengan prinsip adil, hukum ditegakkan, ekonomi pro rakyat. Pendidikan menjadi sektor yang sangat penting. Ketimbang pengakuan konsep negara Islam namun kering pada pegamalan.
Identitas tanpa kualitas adalah aib. Teman saya pernah berbelanja ayam potong. Di toko tersebut ditulis  “Ayam Potong Syariah”, Namun  ketika masuk ke dalam,  lalatnya banyak  dan  tidak bersih.  Mungkin syariah disini hanya  dari sisi penyembelihan saja, dipotong sudah sesuai dengan syariat, halal, sampai disitu saja. Dia tidak melengkapi dengan kata Toyyib, yang  sepantasnya dilengkapi  tempat yang bersih. Konsumen merasa nyaman berada di dalamnya. Ini juga bagian dari syariah yang sepatutnya diaplikasikan.  Identitas muslim terlihat dalam hukum, ekonomi, pendidikan sosial dan budaya yang menjadi penguat identitas simbol.  Peradaban lahir dari hal-hal di atas. Sebagai umat Islam, imej  dari kelompok lain perlu dirubah.  Phobia terhadap Islam bukan harapan umat. Diperlukan kolektivitas semua umat Islam  yang memainkan  perannya untuk  menampilkan identitas muslim yang unggul dalam bidang-bidangnya masing-masing. Arus inilah yang didukung bersama. Sebagai usaha menciptakan   dan  menjalankan takdir Allah, umat Islam adalah sebaik Umat. Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.